-
Discover
-
Spotlight
- Jelajahi Orang
AMBON, BERITAKOTAAMBON.ID - Aksi penolakan terhadap operasional penambangan batu kapur/gamping oleh PT Batulicin Aspal Beton (BAB) di wilayah Kei Besar, Kabupaten Maluku Tenggara (Malra), terus berdatangan dari kelompok mahasiswa, masyarakat adat maupun aktivis lingkungan.
Kali ini, penolakan itu disuarakan oleh Aksi Gerakan Pemuda Makuku yang menggelar unjuk rasa di Kantor DPRD Provinsi Maluku, Senin (16/6).
Gerakan itu mendapat simpati dan dukungan dari anggota parlemen. Bahkan memantik emosi beberapa anggota perwakilan rakyat Maluku, yang geram dengan dengan aktivitas penambangan ilegal tersebut.
Dalam rapat dengar pendapat bersama massa aksi, sejumlah anggota dewan mendesak pertanggungjawaban mantan Penjabat (Pj) Gubernur Maluku, Sadali Ie, dan mantan Pj Bupati Malra, Jasmono, dalam masalah ini.
Anggota Komisi III DPRD Maluku dari Fraksi PPP, Rovik Afifudin, menilai, mantan Penjabat (Pj) Gubernur Maluku, Sadali Ie, dan mantan Pj Bupati Malra, Jasmono, dinilai sebagai pihak paling bertanggung jawab karena telah membiarkan penambangan itu diakukan tanpa izin resmi dan tanpa dokumen AMDAL.
“Ini bukan sekadar kelalaian. Ini kejahatan terhadap rakyat. Operasi tambang ilegal di Kei Besar adalah bentuk pemalakan sumber daya rakyat secara terang-terangan,” kata Rovik.
Untuk itu, dia mendesak DPRD Mauku segera menyurati Pemerintah Provinsi Maluku untuk menghentikan seluruh aktivitas pertambangan PT BAB di Kei Besar.
Penegasan yang sama disampaikan Ketua Fraksi PDIP, Andereas Taborat. Dia mendukung penghentian operasional penambangan oleh PT BAB di Kei Besar.
Sementara itu, anggota Komisi II DPRD Maluku yang juga berasal dari Fraksi PDIP, Alhidayat Wajo, menyoroti aspek hukum yang dilanggar dari aktivitas penambangan kapur itu.
“Pasal 35 UU No 27 tahun 2007 secara tegas melarang pertambangan batuan di pulau kecil. Ini pelanggaran hukum dan ancaman terhadap masyarakat adat serta lingkungan,” tegasnya.
Ketua DPRD Provinsi Maluku, Benhur Watubun, mengatakan, persoalan tambang ilegal ini bukan soal pro atau kontra terhadap perusahaan, melainkan soal ketaatan terhadap hukum.
“Kita ini hidup di negara, bukan di hutan. Kalau ada aktivitas tanpa izin dan melanggar peraturan, maka harus dihentikan. DPRD akan menjalankan fungsi pengawasan secara menyeluruh,” tegasnya.(RHM)