-
Discover
-
Spotlight
- Jelajahi Orang
AMBON, BERITAKOTAAMBON.ID - Edward Diaz, ketua Tim hukum terdakwa mantan Walikota Ambon, Richard Louhenapessy, akan meminta kepada tiga majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Ambon untuk menjatuhi putusan onslag kepada terdakwa.
Putusan onslag atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum, dalam artian bahwa ada perbuatan tapi bukan dipidana.
"Jadi kita akan minta putusan onslag, atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum, karena dalam konteks hukum acara pidana di Indonesia putusan hakim yang menyatakan bahwa meskipun perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana sehingga harus dilepas dari hukuman tersebut," ungkap Diaz, kepada BeritaKota Ambon, Kamis, (14/8).
Menurutnya, sesuai amar tuntutan JPU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, terdakwa dinyatakan terbukti melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terkait suap persetujuan izin prinsip pembangunan gerai ritel di Kota Ambon.
"Hanya saja menurut kami versi kuasa hukum dan terdakwa kalau kasus ini tidak dituntut secara pidana tapi dilepas dari segala tuntutan hukum," tegasnya.
Sebelumnya diketahui, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut ringan mantan Walikota Ambon, Richard Louhenapessy, terkait kasus dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terkait suap persetujuan izin prinsip pembangunan gerai ritel di Kota Ambon.
Sesuai tuntutan Jaksa KPK, politisi partai Golkar itu dituntut selama dua tahun delapan bulan (2,8) pidana penjara, pada sidang yang dipimpin ketua majelis hakim Marta Maitimu, di Pengadilan Negeri Ambon (PN), Selasa, (12/8).
Dalam tuntutan tersebut, JPU KPK Rikhi Benindo Maghaz, menyatakan perbuatan terdakwa Richard Louhenapessy terbukti bersalah melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Alfamidi.
“Perbuatan terdakwa Richard Louhenapessy terbukti melanggar Pasal Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU junto Pasal 65 KUHP,” kata JPU KPK Rikhi Benindo Maghaz, saat membacakan amar tuntutannya.
Selain pidana badan, JPU KPK juga menuntut terdakwa dengan membayar denda sebesar Rp200 juta. “Dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar, diganti pidana kurungan selama enam bulan kurungan,” sambung JPU KPK.
Dalam tuntutan ini, Jaksa KPK tidak membebankan terdakwa Richard Louhenapessy untuk membayar uang pengganti, sebab uang pengganti tersebut telah dikembalikan utuh oleh terdakwa.
Diketahui, Kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Mei 2022, yang menjerat Richard dalam dugaan suap persetujuan izin prinsip pembangunan gerai ritel di Kota Ambon.
Dalam pengembangan penyidikan, KPK menemukan adanya aliran dana yang diduga berasal dari hasil tindak pidana korupsi, kemudian disebarkan melalui berbagai transaksi keuangan dan pembelian aset.
Di mana, terdakwa Richard Louhenapessy diduga menyembunyikan dan menyamarkan uang senilai Rp 8,2 miliar, yang berasal dari hasil dugaan tindak pidana korupsi.
Dari jumlah tersebut, sebesar Rp 7,2 miliar diduga digunakan untuk membeli sejumlah aset, dan Rp 1 miliar ditempatkan dalam tabungan GOAL Severs Gift-MAXI.(SAD)