-
Discover
-
Spotlight
- Jelajahi Orang
DOBO, BERITAKOTAAMBON.ID - Pergantian Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kabupaten Kepulauan Aru, terus menuai kontroversi. Penunjukan Pelaksana Tugas (Plt) dinilai cacat prosedur dan berpotensi melanggar aturan.
Kali ini, kritikan tajam dilontarkan salah satu politisi, Colin Lefuy terhadap Bupati Kepulauan Aru, Timotius Kaidel yang dianggap telah melakukan pergantian jabatan tanpa memperhatikan aturan yang berlaku, khususnya PP Nomor 11 Tahun 2017.
Kepada media ini, Selasa (25/3/2025) Lefuy, menyebutkan, penunjukan Plt Kepala BKPSDM, Budin Layuta, tidak memenuhi syarat kepangkatan yang diamanatkan aturan. Budin Layuta, yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Bidang Mutasi, memiliki pangkat jauh di bawah jabatan Kepala BKPSDM yang ditinggalkan Lexi Tabela.
“Jadi kebijakan bupati ini terbilang aneh. Karena proses pergantian itu sangat jauh dari yang diamanatkan aturan. Bahkan parahnya lagi, yang diangkat bupati jadi Plt ini kan jabatannya di bawah jauh dari Sekretaris dinas dan dua kepala bidang lainnya di BKPSDM itu,” tegas Lefuy.
Olehnya itu, lanjutnya, kuat dugaan pemberhentian Lexi Tabela sarat muatan politis. “Kita menduga pemberhentian ini tendensius dan sarat muatan politis. Bisa jadi politik balas budi atau balas dendam,” sebutnya.
Tambah Lefuy, dugaan ini diperkuat oleh pernyataan pendukung bupati Timotius Kaidel di media sosial, khususnya pada akun Facebook, yang mengaitkan pergantian tersebut dengan politik praktis. Padahal, sejauh yang dirinya ketahui, Tabela dikenal sebagai pimpinan ASN profesional yang tidak terlibat politik praktis.
"Ya kita duga demikian, karena proses pergantian pak Lex Tabela banyak dikaitkan dengan politik yang dilontarkan oleh pendukungnya di medsos khususnya Facebook. Dan itu nyata kita lihat dan baca kan, Jadi dugaan kita ya itu," ungkapnya.
Selain itu, Lefuy juga mengkritisi Surat Keputusan (SK) pemberhentian Tabela. Ia menilai, dalam konsideran SK, disebutkan bahwa pergantian dilakukan demi kepentingan dinas. Namun, dia mempertanyakan definisi “kepentingan dinas” tersebut. Parahnya lagi, di SK itu juga dicantumkan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Bagaimana bisa seorang pimpinan kepala daerah tidak mencermati aturan dimaksud? Sebab Perppu itu difokuskan pada peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha, ketenagakerjaan, kemudahan berusaha, dan aspek-aspek terkait. Tidak bisa SK pemberhentian pemerintah daerah tidak dapat dikaitkan dengan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja ini. Ini rancuh sekali.
“Jika demi kepentingan organisasi, seharusnya ada pelanggaran yang dilakukan Kepala BKPSDM definitif, bukan karena pandangan bupati atau pihak tertentu di lingkungan Pemkab Aru. Dan lucu sekali SK itu, karena Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang cipta kerja koq ada di SK Pemda? Apa korelasinya? tanya dia.
Lefuy juga menyoroti ketidaksesuaian antara SK bupati dan surat klarifikasi dari Badan Kepegawaian Negara (BKN). Dimana Bupati mengutip PP Nomor 11 Tahun 2017 dalam SK-nya, namun proses pergantian Kepala BKPSDM dinilai tidak sesuai dengan prosedur dan indikator yang tertuang dalam PP tersebut.
"Ini ya, kalau kita lihat dengan cermat antara SK pergantian Kepala BKPSDM dan surat klarifikasi dari BKN, maka ada ketidaksesuaian prosedur yang tertuang dalam PP tersebut," ujarnya
Dikatakan, BKN bahkan telah mengeluarkan surat klarifikasi dan mengancam akan memblokir data Layuta sebagai PLT, jika terbukti melanggar aturan. Kondisi ini berdampak serius bagi 1.800 lebih Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang sedang menunggu SK pengangkatan pada tahun 2025 ini. Karena kutipan SK mereka akan ditandatangani oleh PLT yang berpotensi tidak sah.
"Ini yang paling parah lagi, karena dampak dari apa yang dilakukan bupati ini bisa merugikan 1.800 CPNS dan PPPK yang kutipan SK nya akan ditandatangani oleh Plt Layuta itu. Dan data ini akan dikirim ke BKN. Jadi kalau data sudah terblokir apakah bisa Plt itu lakukan hal-hal ini? Jadi mari berpikir logis ya, jangan pro terhadap yang salah," ucapnya.
Ia berharap, bupati Timotius segera merespon surat BKN dan menyelesaikan polemik ini. Jika tidak, maka bukan tidak mungkin pihak yang dirugikan (Lex Tabela) bisa saja menempuh jalur hukum, seperti melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan Peninjauan Kembali SK tersebut ke Mahkamah Agung.
"Sebagai anak Aru, saya harap pak bupati segerah selesaikan polemik ini sesuai yang diamanatkan PP nomor 11 tahun 2017. Sesuai instruksi BKN itu. Sehingga tidak berlarut larut dan merugikan banyak orang. Dan kalau ini tidak dilakukan, maka saya sangat yakin pasti pak bupati di PTUN kan dan mungkin juga bisa ke MA," tutupnya. (WAL)