-
Discover
-
Spotlight
- Jelajahi Orang
AMBON, BERITAKOTAAMBON.ID - Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Ambon memberikan apresiasi terhadap penelaah dan perhatian serius yang disampaikan Kepala Kantor Kementerian Agama (Kakankemenag) Kota Ambon, Fachrurrazy Hasanusi, terkait pengelolaan pungutan di lingkungan madrasah.
Kepala MTsN Ambon, Riyadi Kamis, Selasa (8/7) menjelaskan, pungutan yang selama ini diberlakukan, seperti iuran komite, sepenuhnya dikelola oleh komite madrasah. Dana tersebut tidak dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi atau di luar ketentuan, melainkan untuk mendukung kebutuhan operasional yang tidak tercakup dalam anggaran Dana BOS atau DIPA.
"Komite selama ini menjadi jembatan penting antara kebutuhan madrasah dan keterbatasan anggaran resmi. Mereka membantu membiayai honor guru honorer, wakil kepala madrasah, hingga wali kelas," ujarnya.
Ia mencontohkan, honor guru honorer selama ini mendapatkan tambahan Rp500 ribu per bulan dari dana komite. Jika mekanisme komite ini dihapus, maka akan berpengaruh langsung pada keberlangsungan pelayanan pendidikan.
Selain honor, dana komite juga digunakan untuk membiayai kebutuhan lain seperti air bersih yang tidak seluruhnya ditanggung dana BOS. Serta kegiatan keagamaan seperti peringatan hari besar Islam, yang saat ini sudah tidak lagi tercantum dalam juknis BOS.
Riyadi menambahkan, penggunaan dana komite juga dilakukan untuk mendukung kebutuhan siswa, seperti pengadaan jaket almamater dan seragam khusus yang tidak dibiayai oleh BOS. Seragam tersebut diperlukan, terutama saat siswa mengikuti lomba atau kegiatan di luar madrasah.
“Kalau ada siswa yang ingin menggunakan seragam bekas dari kakaknya, tidak ada masalah. Kami terbuka. Yang penting ada komunikasi dengan wali kelas agar bisa dicatat dan tidak membebani orang tua,” ujarnya.
Ditekankan, pihak madrasah tidak pernah memaksakan pembayaran kepada orang tua. Dispensasi bahkan sering diberikan bagi orang tua yang belum mampu membayar sesuai jadwal.
“Justru kami khawatir jika pungutan komite dihapus tanpa solusi yang jelas. Banyak kegiatan akan terhenti. Misalnya, honor guru honorer dan tambahan jam mengajar bagi guru yang mengisi kekosongan akibat mutasi,” ungkapnya.
Saat ini, sambungnya, MTsN Ambon menghadapi kekurangan guru, terutama di mata pelajaran Bahasa Arab dan IPS. Beberapa guru harus mengajar di luar beban normal, seperti salah satu guru IPS yang seharusnya hanya mengajar 12 jam, namun kini menangani hingga 30 jam per minggu.
“Kalau tidak ada tambahan tenaga dari guru honorer yang dibantu komite, maka layanan pembelajaran akan terganggu. Ini bukan hanya soal dana. Tapi soal kualitas dan kesinambungan pendidikan anak-anak kita,” tandasnya.
Dengan demikian, MTsN Ambon berharap setiap kebijakan soal pungutan atau iuran di madrasah dapat mempertimbangkan kondisi riil di lapangan, serta tetap membuka ruang komunikasi antara madrasah, komite, dan orang tua demi keberlangsungan pendidikan yang berkualitas. (RHM)