Praktisi hukum di Maluku, Muhamad Gurium

Otak Kebakaran Kantor KPU Buru Diduga Masih Ada

387

AMBON, BERITAKOTAAMBON.ID - Tim penyidik Polres Buru  menetapkan tiga tersangka kasus pembakaran kantor KPU Buru, pada 28 Februari 2025 lalu.

Tiga tersangka itu, yakni, Bendahara KPU Buru inisial RH (48), mantan Komisioner PPK Fenaleisela inisial SB (45), dan  AT (42). Ketiganya dijerat dengan pasal  187 (ayat 1), junto pasal 55 (ayat 1) KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.

Disisi lain, diduga otak kebakaran kantor penyelenggara Pemilu ini tidak hanya ada di Bendahara Buru KPU, RH, tapi masih ada yang lain yang perlu diungkap aparat penegak hukum baik itu Kejari Buru maupun Polres Buru.

Praktisi hukum di Maluku, Muhamad Gurium, mengaku, jika dilihat dari akar masalahnya bahwa para tersangka ini mau menghindari pemeriksaan KPU RI terkait pengelolaan anggaran Pilkada senilai Rp 33 miliar di Kabupaten Buru, maka sudah jelas, dari sisi pengelolaan tidak hanya meletak kepada seorang bendahara yang menurut penyidik polisi, RH adalah dalang kebakaran.

Untuk itu, kata Gurium, yang perlu dikejar adalah siapa yang menyuruh RH melakukan perbuatan tidak terpuji itu. "Kan perlu penyidik kejar ke sana, kenapa sampai bendahara berani mau bakar dokumen itu. Kan dari sisi pertanggungjawaban bukan  hanya bendahara, tapi letak ada pada unsur pimpinan dan pihak terkait yang punya kewenangan sebelum uang-uang itu dicairkan. Nah, harus  APH kejar di situ," ujar Gurium, kepada BeritaKota Ambon, Senin (21/4).

Menurutnya, persoalan kebakaran kantor KPU Buru itu sudah clear. Yang paling penting adalah bagaimana APH membuka ruang untuk mengusut kasus dana Pilkasa Buru sebesar Rp 33 miliar.

"Kan sederhana saja, kalau memang disuruh bakar berarti ada yang perlu dipertanyakan di dokumen itu. Apakah pertanggungjawaban benar ataukah seperti apa? Tapi yang lebih baiknya lagi, siapa-siapa saja yang suruh bakar. Kalau pun itu hanya RH selaku bendahara, dan RH tidak mau membuka hal ini secara terang benderang, pastinya juga saat pemeriksaan kasus dana Pilkada itu pun terungkap di situ, karena semua pemakaian uang  jelas dalam dokumen pengguna anggaran," bebernya.

Jadi, lanjut Gurium, APH perlu melihat hal ini sebagai pintu masuk dalam melakukan penyelidikan. Karena semuanya sudah terbuka ke ruang publik.

"Ini kita mau butuh atensi penegak hukum, berani masuk usut tidak. Karena sudah jelas-jelas para tersangka ingin menghindari pemeriksaan KPU  maka ada yang tidak beres. Untuk itu  kita dukung APH segera periksa kasus ini," pungkasnya.

Sebelumnya, Kapolres Buru, AKBP. Sulastri Sukidjang, mengaku, motif pembakaran kantor KPU ini adalah untuk menghindari pertanggungjawaban anggaran Pilkada 2024 senilai Rp. 33 M. 
"Motifnya adalah untuk menghindari pemeriksaan penggunaan anggaran Pilkada 2024 dari KPU RI, berupaya untuk menghilangkan dokumen-dokumen laporan pertanggungjawaban anggaran Pilkada", ujar Kapolres, Sabtu, (19/4)

Kapolres menjelaskan, bendahara RH  berperan sebagai dalang atau otak pembakaran sekaligus yang menyiapkan logistik, sedangkan eksekutor adalah AT dibantu SB.

Kronologis kejadian, SB membawa minyak tanah dan bensin 4 gen yang sudah disiapkan kemudian diserahkan kepada AT. AT masuk lewat jendela belakang ruang rapat KPU yang sudah dibuka sejak awal.

Sampai di dalam kantor KPU, AT menyiram bagian bawah dengan bensin dan minyak tanah kemudian memanjat naik ke plafon dan seluruh plafon disiram juga dengan minyak tanah tanah dan bensin setelah itu  menunggu waktu yang tepat untuk dibakar.

Kata Kapolres, kedua eksekutor, SB dan AT tidak dibayar oleh RH. Keduanya bersedia melakukan pembakaran  karena merasa berhutang budi kepada RH.

Kapolres menambahkan, Polres Buru sampai saat ini masih melakukan pengembangan kasus dan menyelidiki kemungkinan ada keterlibatan pihak lain dalam peristiwa tersebut.(SAD)

'); });