Tersangka Baru Dana BOS SMPN 9, Kajari: Tergantung Fakta Sidang

12

AMBON, BERITAKOTAAMBON.ID - Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Ambon masih terus fokus untuk menuntaskan perkara dugaan korupsi penyalahgunaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) SMP Negeri 9 Ambon. Perkara ini telah menyeret tiga terdakwa di meja sidang Pengadilan Tipikor Ambon.

Mereka adalah Lona Parinusa  selaku Kepala Sekolah SMPN 9 Ambon, ML dan YP selaku bendahara.

Namun Kejari Ambon masih terus mendalami kasus tersebut, apakah masih ada peran pihak lain atau tidak.

Kajari Ambon, Dr. Adhryansah, ketika dikonfirmasi BeritaKota Ambon, mengaku, saat ini, tim masih fokus pada pembuktian keterlibatan ketiga terdakwa di persidangan. Terkait ada tersangka baru atau tidak, semua nanti tergantung fakta sidang.

"Jadi nanti kita lihat fakta sidang seperti apa, baru kita tindaklanjuti," singkat Kajari.

Sekedar tahu saja, JPU  Kejari Ambon dalam dakwaan ketiga terdakwa, menyebutkan, di tahun 2020 hingga 2023, SMPN 9 Ambon menerima dana BOS dari Kementrian Pendidikan sebesar Rp1,4 Miliar. Sementara di tahun 2021 adalah senilai Rp1,5 miliar, tahun 2022 Rp1,4 miliar dan tahun 2023 Rp1,5 miliar.

Di tahun 2020, terdakwa Lona Parinusa saat itu ditunjuk sebagai pelaksana tugas kepala Sekolah sejak 2019. Kemudian pada tahun 2020 untuk menerima dana BOS, pihak sekolah langsung membentuk tim pengelola dana bos yang dipimpin oleh terdakwa selaku penanggungjawab, serta bendahara Yuliana Puttileihalat (berkas dakwaan terpisah), serta Komite sekolah.

Sebagai syarat agar sekolah dapat menerima dana BOS tahun 2020, pihak sekolah diharuskan membuat Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS) dan kemudian diserahkan ke Dinas Pendidikan Kota Ambon. Atas dasar itulah, terdakwa selaku penanggungjawab bersama dengan Yuliana Puttileihalat menyusun RKAS dan kemudian diserahkan kepada Dinas Pendidikan Kota Ambon.

Selanjutnya, kata JPU, dinas Pendidikan Kota Ambon mengirimkan RKAS tersebut kepada Kementerian. Setelah itu, pada bulan Mei tahun 2020 dana BOS sebesar Rp 460 juta lebih masuk ke rekening sekolah melalui bank Maluku.

Setelah itu terdakwa bersama Yuliana Puttileihalat melakukan pencairan dana BOS. Setelah mencairkan dana Bos, terdakwa bersama Yuliana Puttileihalat kemudian menyimpan uang tersebut di brankas penyimpanan uang yang berada diruangan terdakwa.

Kemudian tanggal 26 maret terdakwa mengambil uang sebesar Rp 35 juta untuk membayar hutang ATK sedangkan sisa uang sebesar Rp. 420 juta lebih masih tersimpan di dalam brankas. Selanjutnya terkait uang sisa dipergunakan untuk membayar guru honor para pegawai serta belanja lainnya.

" Sedangkan sisa uang sebesar Rp. 200 juta lebih dikelola sendiri oleh terdakwa. Hal serupa juga dilakukan saat pencairan dana BOS tahap 2 pada bulan Juli tahun 2020 sebesar Rp 600 juta dan pencairan dana BOS tahap 3 pada bulan November 2020 sebesar Rp400 juta," rincih JPU dalam dakwaannya.

Selanjutnya ditahun 2021, Yuliana Puttileihalat dimutasikan ke kantor Kelurahan Lateri dan terdakwa Lona Parrinusa mengangkat Stenly Samlay sebagai bendahara. Kendati begitu, saat melakukan pencairan dana BOS ditahun 2021 tahap 1 dan tahap 2, terdakwa malah meminta Yuliana Puttileihalat untuk bersama  mencairkan dana BOS.

Disaat pencairan dana BOS tahap 3 tahun 2021, barulah terdakwa bersama bendahara Stenly pergi mencairkan dana BOS. Kemudian terdakwa menunjuk Mariantje Laturette (terdakwa dalam dakwaan terpisah) sebagai bendahara menggantikan Stenly Samlai. 

" Pada tahun 2022 dan 2023 terdakwa juga melakukan pencairan dana bos namun dalam pengelolaannya tidak ada laporan pertanggungjawaban. Kemudian pada tahun 2023 barulah terdakwa menghubungi Yuliana Puttileihalat untuk membuat laporan pertanggungjawaban pengelolaan dana bos tahun anggaran 2020 dan 2023," sebut JPU.

Menurut JPU, laporan pertangungjawaban yang dibuat oleh Yuliana Puttileihalat maupun Mariantje Laturette tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya. Bahkan ada laporan pertangungjawaban belanja fiktif sehingga tidak bisa dipertangungjawabkan.

Dalam pengelolaan dana BOS, terdakwa mestinya melibatkan tim pengelola BOS yang sudah dibentuk yang didalamnya ada komite dan orang tua murid. Akan tetapi hal itu tidak dilakukan oleh terdakwa.

" Dana BOS juga mesti diperuntukan sesuai aturan yang diberikan seperti untuk penerimaan siswa baru, pengembangan perpustakaan, pengadaan mustimedia dan kegiatan lain yang menunjang aktivitas dan kemajuan sekolah," jelasnya JPU.

Akibat perbuatan terdakwanya, terdakwa dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 ayat (1), (2) dan (3) Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.(SAD)

'); });